BAB
5
PERATURAN DAN REGULASI
CYBER
LAW
Yang
dimaksud dengan Cyberlaw adalah suatu hukum yang digunakan didunia cyber (dunia maya) yang pada umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw ini merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya
meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan yaitu pengguna atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw itu sendiri merupakan istilah yang
berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan sangat berguna dalam dunia maya baik
untuk saat ini terlebih lagi dimasa yang
akan datang, karena dewasa ini hampir semua teknologi sudah tersentuh oleh
teknologi dunia maya karena itupulalah sangat diperlukan aturan dalam
penggunaannya.Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek yurisdiksi hukum diabaikan.
Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut
juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan bahkan antar negara, sehingga penetapan yuridiksi yang jelas mutlak diperlukan. Ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan dalam dunia cyber.
juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan bahkan antar negara, sehingga penetapan yuridiksi yang jelas mutlak diperlukan. Ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan dalam dunia cyber.
Pertama
yurisdiksi legislatif
di bidang pengaturan, kedua, yurisdiksi judicial,yakni kewenangan negara untuk
mengadili atau menerapkan kewenangan hukumnya, ketiga, yurisdiksi eksekutif untuk
melaksanakan aturan yang dibuatnya.Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu
dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime. Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah – masalah hukum di ruang cyber diperlukan komitmen kuat dari pemerintah dalam sebuah negara dalam hal ini indonesia dengan DPR. Namun yang lebih penting adalah bahwa aturan yang dibuat nantinya merupakan produk hukum yang adaptable.
melaksanakan aturan yang dibuatnya.Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu
dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime. Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah – masalah hukum di ruang cyber diperlukan komitmen kuat dari pemerintah dalam sebuah negara dalam hal ini indonesia dengan DPR. Namun yang lebih penting adalah bahwa aturan yang dibuat nantinya merupakan produk hukum yang adaptable.
Sementara itu jika dilihat dari
ruang lingkupnya, Cyber Law
meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan seterusnya sampai
saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas
dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian,
penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik,
pornografi, pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan
internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government,
e-tax,e-learning,e-health,dansebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur ), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur ), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama. Cyber Law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis
internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga keberadaannya
harus kita dukung.
Computer Crime Act ( Malaysia)
Tujuan
untuk menyediakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan
komputer. Diantara hal-hal lain, itu berhubungan dengan akses tidak sah ke
komputer materi, akses tidak sah dengan maksud untuk melakukan pelanggaran lain
dan modifikasi yang tidak sah isi komputer. Hal ini juga membuat ketentuan
untuk memfasilitasi investigasi bagi penegakan UU. Undang-undang
mengkriminalisasi beberapa tindakan dan memberikan hukuman sebagai berikut:
Pelanggaran
|
Hukuman
|
akses tidak sah ke komputer materi
|
Denda tidak melebihi RM50, 000 atau penjara tidak
melebihi 5 tahun, atau keduanya
|
Akses yang tidak sah dengan maksud untuk melakukan
atau memfasilitasi komisi dari pelanggaran lebih lanjut
|
Baik tidak melebihi RM150, 000 atau penjara tidak
melebihi 10 tahun, atau keduanya.
|
Modifikasi tanpa izin dari isi komputer manapun
|
() Tidak melebihi RM100 Cari sebuah, 000 atau
penjara tidak melebihi 7 tahun, atau keduanya
(b) Carilah tidak melebihi RM150, 000 atau penjara tidak melebihi 10 tahun, atau keduanya jika tindakan dilakukan adalah dengan tujuan menimbulkan cedera seperti yang didefinisikan dalam KUHP . |
Salah Komunikasi
|
Denda tidak melebihi RM25, 000 atau penjara tidak
melebihi 3 tahun, atau keduanya.
|
Abetments dan upaya
|
Baik untuk menjadi seperti karena kesalahan pokok
tetapi penjara tidak lebih dari satu setengah dari jangka waktu maksimum
untuk pelanggaran utama.
|
Menurut Undang-Undang, ada anggapan
rebuttable bahwa seseorang yang telah dalam tahanan nya atau kontrol, program,
data atau informasi lain yang diadakan di komputer atau diambil dari sebuah
komputer dan yang dia tidak berwenang untuk ditahan nya atau kontrol, dianggap
telah memperoleh akses yang tidak sah untuk itu.Jika pelanggaran dilakukan oleh
setiap orang di luar Malaysia, ia mungkin ditangani dengan seolah-olah ia telah
melakukan pelanggaran di Malaysia, jika karena bahwa pelanggaran program
komputer atau data di Malaysia atau mampu menjadi terhubung, dikirim atau
digunakan oleh atau dengan komputer di Malaysia. Penegakan berada di tangan
polisi.
Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council
of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang
berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian
internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang
dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan
meningkatkan kerjasama internasional.Council of Europe Convention on Cyber
Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada
intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council
of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh
negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional
pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer
lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang
berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan
jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti
pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.Tujuan utama adanya konvensi ini
adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan
masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional,
peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama
internasional.
Selain itu konvensi ini
bertujuan terutama untuk:
v harmonisasi
unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan
yang terhubung di bidang kejahatan cyber.
v menyediakan
form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk
investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya
yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya
dengan bentuk elektronik
v mendirikan
cepat dan efektif rezim kerjasama internasional
Berikut beberapa cyberlaw
dari beberapa Negara berbeda agar kita dapat mengetahui titik lemah maupun
kelebihan – kelebihan cyberlaw tiap negaranya dan juga menjadi pengetahuan
lebih untuk kita tentang cyberlaw ini sendiri.
Cyber Law Negara Indonesia
Munculnya Cyber Law di Indonesia
dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu adalah pada “payung
hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan
“payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh
undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan
digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika
digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal
seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Cyber Law digunakan untuk mengatur
berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Cyber Law ini
juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
Cyber Law atau Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan
telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab
dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia
maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
v
Pasal 27:
Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
v
Pasal 28:
Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.
v
Pasal 29:
Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
v
Pasal 30:
Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
v
Pasal 31:
Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Ada satu hal yang menarik mengenai
rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori. Misalkan, seorang cracker
dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di
Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas
crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan.
Yang dapat dilakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi
Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan/ hak untuk mengunjungi
sebuah tempat di dunia.
Cyber Law Negara Singapura
The Electronic Transactions Act
telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang
undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik si Singapore. ETA dibuat
dengan tujuan:
v
Memudahkan
komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
v
Memudahkan perdagangan
elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah
atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin/mengamankan
perdagangan elektronik.
v
Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
v
Meminimalkan
timbulnya arsip elektronik yang sama, perubahan yang tidak sengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
v
Membantu
menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas
dari arsip elektronik.
v
Mempromosikan
kepercayaan, inregritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan
elektronik melalui penggunaan tanda tangan yang elektronik untuk menjamin
keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber Law Negara Vietnam
Cybercrime, penggunaan nama domain
dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam,
sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi, spam, muatan online,
digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari
pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Di Negara seperti Vietnam hukum ini
masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit
hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, apdahal masalah seperti yang telah
disebutkan sebelumnya sangat penting keberadaanya bagi masyarakat yang mungkin
merasa dirugikan.
Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di
Negara Thailand sudah sitetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah
ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti spam, privasi, digital
copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cyber Law Negara Amerika Serikat
Di Amerika, cyberlaw yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA).
UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika
Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform
State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian,
Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum
mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara
bagian yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan
keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
Dari 5 negara yang telah disebutkan
diatas, Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah
Indonesia, tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah
Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya
sudah dalam tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap
perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam
penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah
ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan
tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam
taham perancangan.
Sumber referensi
: